Ditulis oleh Mas Rocky Adiguna
Dalam tulisan ini saya akan membahas hubungan antara dua konsep yang berbeda namun sering disamakan dalam pikiran kita: antara ‘punya’ atau ‘mempunyai’ dan ‘jadi’ atau ‘menjadi’.
‘Mempunyai’ tidak selalu berarti ‘menjadi’. Bahwa saya mempunyai banyak uang, belum tentu saya menjadi kaya. Sebaliknya, untuk ‘menjadi’ tidak selalu menuntut untuk ‘mempunyai’. Bahwa untuk menjadi kaya tidak harus mempunyai banyak uang.
Hal yang sering terjadi adalah kita sering mengambil kesimpulan yang salah dari apa yang kita lihat. Perhatikan contoh berikut: (1) Si A adalah orang yang pintar; (2) Si A mempunyai banyak buku; kesimpulan: karena Si A mempunyai banyak buku, maka pasti dia orang yang pintar. Contoh lain: (1) Si B adalah desainer kreatif; (2) Si B mempunyai komputer canggih; kesimpulan: karena Si B mempunyai komputer canggih, maka dia pasti desainer kreatif.
Dalam sepintas, tidak ada yang salah dengan kesimpulan tersebut—sah-sah saja! Namun yang berbahaya adalah ketika pikiran dan hati kita mengamini bahwa hanya dengan punya kita akan jadi. Semata-mata mempunyai banyak buku tidak serta merta membuat Si A pintar. Di antara mempunyai dan menjadi terdapat banyak ‘me-’ yang harus dilalui oleh yang bersangkutan: dia harus membaca, mempelajari, mengulas, memahami, mengkritisi, mengajarkan, dst. Bahwa Si A faktanya mempunyai banyak buku adalah konsekuensi dari pribadinya yang (menjadi) kritis, ingin tahu, dan ingin berbagi. Orang lain yang tidak melihat proses-proses ini dan ingin mendapatkan—secara instan—‘prestise’ yang timbul dari kualitas-kualitas tersebut akan cenderung mengambil jalan pintas dengan membeli/memiliki benda-benda penunjang kualitas tersebut.
Kita harus berhenti untuk mengartikan ‘mempunyai’ sebagai ‘menjadi’. Kalaupun ada hubungan antara keduanya, justru dengan tidak mempunyai itulah terdapat kesempatan yang lebih besar untuk ‘menjadi’ lebih baik. Ketika seseorang sangat menginginkan untuk memiliki sesuatu, pada saat itu jugalah hati orang tersebut menjadi miskin. Apa yang dia miliki menjadi tidak ada artinya, karena pada saat itu dia sedang menginginkan hal lain. Dia menjadi miskin walaupun mempunyai semuanya. Sebaliknya, ketika seseorang memberikan apa yang dia punya (untuk mengurangi derajat ‘mempunyai’-nya), bisa jadi orang tersebut ‘menjadi’ lebih kaya hatinya, lebih tenang pikirannya, lebih ringan beban hidupnya. Dia menjadi kaya walaupun tidak berpunya.
‘Mempunyai’ adalah bahasa manusia untuk mengejar dunia. Karena itu adalah bahasa manusia, ia cenderung diskriminatif dan destruktif. Ia adalah bahasa yang terbatas oleh sekat-sekat kelas sosial dan ambisi. Sementara ‘menjadi’ adalah bahasa Tuhan untuk membebaskan manusia dari belenggu dunia. Karena ia adalah bahasa Yang Maha Adil, ia adalah bahasa yang konstruktif dan non-diskriminatif. Ia adalah bahasa yang mampu mengangkat manusia untuk keluar dari permainan kapitalistik. Untuk ‘menjadi’, semua orang memiliki kesempatan yang sama tanpa melihat seberapa banyak (atau sedikit) yang seseorang ‘punya’.
http://www.rockyadiguna.org/blog/2015/12/30/mempunyai-atau-menjadi
***